Kamis, 02 Juni 2016




ANALISIS PERAMALAN PENJUALAN PADA PT FAST FOOD (KFC) INDONESIA

 


1.     Sejarah Singkat Perusahaan
          Siapa yang tidak mengenal dan tidak tahu dengan restoran Fast Food Kentucky Fried Chicken. Ini adalah perusahan raksasa yang dirintis dari kecil hingga terbesar yang bidang usahanya meliputi penjualan ayam goreng dan makanan siap saji atau fast food.
Dasar keberhasilan  KFC adalah caranya mencapai keseragaman dan kesetiaan pasukan kerja tanpa mengorbankan kekuatan keragaman dan individualistis Amerika. KFC mengelola pancampuran kesepakatan dengan kreativitas serta sumber daya manusia. Pengejawantahannya sangat jelas terlihat dalam cara ketiga unsur sistem KFC, yaitu para waralaba, manager dan pemasok yang saling berhubungan.
Restoran Kentucky Fried Chicken pertama kali dibuka oleh Colonel Harland Sanders pada tahun 1930 di Nicholasville dan Corbin, Kentucky. Pada tahun 1955  Colonel Harland Sanders menjual Kentucky Fried Chicken kepada sekelompok orang yang diketuai oleh John Y. Brown, Jr. dan Jack Massey, yang membentuk Kentucky Fried Chicken Corporation.
Pada tahun 1971, Kentucky Fried Chicken Corporation bergabung dengan Heublein, Inc. Pada tahun 1982, Kentucky Fried Chicken dan Heublein Inc. diambil alih oleh R.J. Reynold Industries. Kemudian pada tahun 1986, Kentucky Fried Chicken Corporation diambil alih oleh Pepsi Cola International.
Sedangkan PT. Fast Food Indonesia didirikan pada tahun 1978 oleh Grup Gelael, suatu perusahaan keluarga yang menjalankan bisnis pasar swalayan di Indonesia, setelah mendapatkan hak waralaba eksklusif dari KFC Corporation di Amerika Serikat untuk mengoperasikan restoran-restoran Kentucky Fried Chicken di Indonesia.
Pada tahun 1979, Perseroan membuka restoran KFC pertamanya di jalan Melawai Raya 84-85, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Keberhasilan restoran KFC pertama ini segera diikuti dengan pembukaan restoran-restoran KFC lainnya di Jakarta dan di kota-kota besar lainnya di Indonesia.
Pada bulan Maret 1990, Grup Gelael menjual sebanyak 45 % saham perseroan kepada Grup Salim, yang merupakan suatu grup bisnis multinasional di Asia. Suntikan modal baru ini membuat perseroan memiliki dasar permodalan yang jauh lebih kuat, sehingga memungkinkannya memperbanyak kehadiran restoran KFC –nya secara lebih agresif.
Pada bulan September 1992, Perseroan dari kantor pusatnya di jalan M.T. Haryono, Jakarta Selatan, Mengendalikan jaringan yang terdiri dari tujuh puluh sembilan restoran Kentucky Fried Chicken yang tersebar di dua puluh kota pada tiga belas propinsi di Indonesia, dimana Jakarta dengan empat puluh restoran merupakan wilayah utama pemasaran perseroan. Kota-kota besar lainnya yang saat ini memiliki lebih dari satu restoran KFC adalah Surabaya dengan delapan restoran, Medan dan Bandung masing-masing dengan lima restoran, dan Jogyakarta dengan dua restoran.
Perseroan melakukan penawaran perdananya untuk 20 % sahamnya kepada publik pada tahun 1993, dimana penawaran tersebut terjual habis dan memberi kesempatan kepada para investor untuk berpatisipasi di sebuah perusahaan fast food di Indonesia untuk pertama kalinya.
Pada akhir tahun 1995, PT. Fast Food Indonesia mengoperasikan sebanyak 128 restoran KFC di dua puluh tujuh kota besar pada delapan pulau diseluruh Indonesia dengan hasil penjualan sebesar Rp 134 Milyar. Dalam hal penetrasi pasar dan penjualan, Perseroan tanpa diragukan adalah pemimpin dominan pasar fast food Indonesia sejak berdirinya 24 tahun yang lalu. Hingga tahun 2000 tercatat di Jakarta terdapat 73 restoran KFC dan diluar kota sebanyak 87 restoran KFC.
Dalam mengelola restoran-restorannya, Perseroan selalu manjaga standar “QSC”, kepanjangan dari Quality, Service, Cleanliness (Mutu, Pelayanan, Kebersihan) yang merupakan tiga kata terpenting dalam operasi semua restoran Kentucky Fried Chicken dimanapun. Tiap tamu yang mengunjungi restoran KFC harus mendapat produk-produk bermutu dan pelayanan ramah dan cepat dalam lingkungan sehat dan bersih.
Semua produk yang dihasilkan oleh restoran KFC harus selalu memenuhi dalam hal mutu bahan baku, kesegaran, penampilan dan penataan dalam penyajiannya. French Fries, misalnya akan dibuang apabila tidak terjual dalam waktu 7 menit sejak dimasak. Pelayanan yang diberikan oleh karyawan-karyawan KFC harus memenuhi standar-standar yang telah ditentukan pula: Tamu harus selesai dilayani dengan ramah dalam waktu yang telah ditentukan agar tidak menunggu terlalu lama.
Penampilan dan pakaian karyawan KFC harus selalu rapih dan bersih, juga produk yang diterima oleh tamu harus sesuai dengan yang dipesan. Selain selalu menjaga kualitas produk dan pelayanan yang cepat dan ramah, restoran KFC juga selalu dijaga kebersihan dan sanitasinya. Lantai, jendela, dinding, kursi, meja, service counter diruang restoran, dapur dan WC harus selalu bersih dan sehat. Semua kotoran dan sisa makanan harus ditempatkan dalam tempat atau kantong tertutup untuk kemudian dibuang melalui dinas kebersihan, masing-masing daerah.
Untuk selalu menjaga standar QSC di restoran-restoran KFC, perseroan secara terus-menerus melakukan penilaian QSC atas restoran-restoran tersebut. Selain penilaian-penilaian yang dilakukan oleh manajemen, perseroan juga bekerja sama dengan konsultan independen yang mempekerjakan “ Mystery Shoppers “, orang-orang terlatih yang berbelanja di restoran-restoran KFC seperti tamu biasa, dan kemudian menilai apakah mutu, pelayanan dan kebersihan dari restoran yang bersangkutan sesuai dengan standar QSC.
2.    Resiko Usaha
                                    Dalam kegiatan usaha Perseroan terdapat beberapa hal yang dapat menjadi kendala dan menimbulkan resiko tidak tercapainya target usaha Perseroan. Adapun resiko usaha perseroan adalah sebagai berikut :
2.1.   Dicabutnya Franchise oleh Franchisor
            Franchise (hak untuk mendirikan dan mengelola) restoran KFC di Indonesia yang saat ini diberikan kepada Perseroan dapat dicabut oleh Franchisor (Pepsi Cola Overseas Ltd), apabila Perseroan tidak memenuhi persyaratan seperti yang tertera dalam perjanjian Franchise tersebut, antara lain meliputi standar kualitas, pelayanan dan kebersihan restoran KFC yang dikelola Perseroan. Hal tersebut dapat mempengaruhi kelangsungan usaha restoran KFC Perseroan.
Untuk menanggulangi hal tersebut, Perseroan selalu mengadakan kontrol terhadap kualitas, servis dan kebersihan (QSC) untuk seluruh restoran KFC yang dimiliki agar tetap memenuhi persyaratan Franchisor.
2.2.   Persaingan
            Saat ini industri pariwisata sangat berkembang. Demikian pula dengan usaha restoran terutama yang bersifat fast food sebagai sarana pendukung industri pariwisata, baik dari perusahaan dalam negeri maupun yang berasal dari jaringan international. Hal ini menimbulkan persaingan yang cukup ketat dan dapat mengakibatkan turunnya pangsa pasar Perseroan. Untuk menanggulangi hal tersebut, perseroan secara konsisten mempertahankan keunggulan QSC dan menerapkan strategi pemasaran yang tepat dengan terus memperluas jaringan usaha, melakukan promosi secara berkala serta memperkenalkan produk-produk baru dan pelayanan-pelayanan baru.
2.3.   Pasokan Bahan Baku
Perseroan memperoleh bahan baku berupa ayam dari pemasok dalam negeri. Untuk menjamin kesinambungan pemasokan bahan baku berupa ayam, Perseroan menerapkan pengadaan ayam dari banyak pemasok. Saat ini perseroan mempunyai lebih dari 40 pemasok ayam diseluruh Indonesia. Adapun bahan baku berupa bumbu resep asli KFC, chicken patty dan bahan nugget diimpor dari luar negeri melalui beberapa importir.
PT. Fast Food Indonesia tetap bertekad untuk mempertahankan kepemimpinannya dalam pasar fast food dan bertumbuh secara terus menerus untuk memuaskan para pemegang saham, karyawan, pelanggan, dan masyarakat.
2.4.      Struktur Organisasi
PT. Fast Food (KFC) Indonesia dalam instruksi organisasinya adalah termasuk kedalam organisasi garis dan staff. Hal ini didasarkan karena PT. Fast Food (KFC) Indonesia merupakan badan usaha yang sangat kompleks, serta jumlah karyawannya yang cukup banyak. Dengan struktur organisasi tersebut organisasi yang kemudian dikembangkan menjadi suatu spesialisasi, sehingga prinsip “The Right Man in The Right Place” akan dapat berjalan dengan baik dan dapat menjadikan suasana yang kondusif dalam menjalankan aktifitas serta tentunya dapat memberi pengaruh yang baik bagi perseroan
PERENCANAAN PERMINTAAN BARANG

Pada umumnya, perusahaan menghadapi permintaan yang berubah-­ubah/tidak tetap. Pola permintaan yang tidak tetap ini meng­akibatkan beban kerja yang tidak tetap pula, misalnya kebutuhan tenaga kerja pada setiap periode dalam suatu jangka waktu tertentu bisa tidak sama. Untuk mengatasi hal ini, dilakukan perencanaan dengan mengatur tingkat persediaan, produksi, penggunaan tenaga kerja, kapasitas produksi yang dipakai, atau variabel lain.

Terdapat tujuh strategi yang digunakan dalam perencanaan agregat, yaitu melakukan variasi tingkat persediaan, melakukan variasi jam kerja, melakukan variasi jumlah tenaga kerja, subkontrak, menggunakan pekerja paruh waktu, mempengaruhi permintaan, dan pemesanan tertunda selama periode permintaan tinggi.
1.              Melakukan Variasi Tingkat Persediaan
Pada strategi ini jumlah karyawan dan waktu kerja dipertahankan tetap sehingga rata-rata tingkat produksi akan tetap. Kelebihan produksi yang terjadi pada periode permintaan rendah disimpan sebagai persediaan yang nantinya digunakan untuk menutupi kekurangan produksi pada waktu terjadi permintaan yang lebih tinggi dari tingkat produksi (Gambar 5.1).

Kelemahan strategi ini adalah timbulnya biaya penyimpanan persediaan berupa biaya sewa gudang, administrasi, asuransi, kerusakan material, dan bertambahnya modal yang tertanam. Namun, di pihak lain, pada waktu terjadi permintaan tinggi perusahaan dapat menghindari terjadinya kehilangan penjualan karena memiliki kelebihan persediaan yang diperoleh pada waktu permintaan rendah. Kehilangan persediaan sebagai akibat tidak adanya persediaan membawa pengaruh kepada ketidakpuasan pelanggan, bahkan beralihnya pelanggan kepada pihak pesaing.
Gambar 12.1Strategi Variasi Tingkat Persediaan

Strategi ini tidak dapat digunakan untuk kegiatan jasa (misalnya transportasi, kesehatan, atau pendidikan) karena jasa tidak dapat disimpan sebagai persediaan. Strategi ini juga tidak tepat bagi perusahaan yang produknya cepat rusak/tidak tahan lama, berhubungan dengan mode/fashion, bernilai tinggi/mahal, atau memerlukan ruang simpan yang sangat besar.
2.    Melakukan variasi jam kerja
Dalam strategi ini jumlah karyawan dijaga tetap untuk suatu tingkat produksi tertentu, perubahan hanya dilakukan terhadap jumlah jam kerja. Jika permintaan naik, diadakan penambahan jam kerja (lembur, overtime) untuk menambah produksi, sedangkan jika permintaan turun dilakukan pengurangan jam kerja (undertime). Gambar 5.2 menunjukkan keadaan ini. 

Gambar 12.2 Strategi variasi jam kerja

Lembur biasanya menimbulkan biaya yang lebih besar karena upah lembur lebih besar daripada upah pada waktu reguler. Selain itu, terlalu banyak lembur dapat menurunkan produktivitas dan menambah biaya overhead. Undertime di sini bisa dalam bentuk seluruh atau sebagian karyawan bekerja dalam tingkat kecepatan yang lebih lambat tetapi dengan upah yang tetap (reguler), yang tentunya menimbulkan biaya tinggi, atau dengan melalui peng­gunaan jumlah hari/jam kerja yang lebih pendek yang dikaitkan dengan pengurangan jumlah upah. Apabila tingkat kecepatan kerja dan jumlah jam kerja dipertahankan tetap, untuk mengisi kekosongan jam kerja karyawan dapat dimanfaatkan untuk pemeliharaan mesin dan peralatan, kebersihan atau pekerjaan lain yang bermanfaat.
3.    Melakukan variasi jumlah tenaga kerja
Apabila terjadi permintaan tinggi maka dilakukan penambahan tenaga kerja. Sebaliknya, pada waktu permintaan rendah dilakukan pengurangan tenaga kerja (lay off). Biaya yang timbul mencakup biaya pengadaan tenaga kerja (iklan, tes, wawancara, pelatihan) atau pesangon bagi tenaga kerja yang dikurangi.

Strategi ini cocok untuk diterapkan apabila tenaga kerja yang disewa atau dikurangi mempunyai keterampilan yang rendah (misalnya untuk hotel, restoran, perkebunan, atau beberapa pabrik), dan jika pasar tenaga kerja memiliki suplai yang besar. Bagi perusahaan yang memerlukan tenaga kerja dengan keterampilan tinggi, strategi ini tidak mudah diterapkan karena tenaga kerja yang demikian lebih menyukai pekerjaan yang tetap dan tedamin. Selain itu, pengurangan tenaga kerja yang terlalu sering dapat mempunyai pengaruh negatif, yaitu menurunkan moral kerja karyawan yang mengakibatkan penurunan produktivitas.

4.    Subkontrak
Subkontrak dilakukan apabila terjadi permintaan yang bertambah sementara kapasitas produksi tidak cukup untuk memenuhinya, sedangkan perusahaan tidak menghendaki hilangnya permintaan atau pelanggan penting. Subkontraktor yang dipilih tentunya yang dapat memenuhi standar mutu yang disyaratkan dan dapat memenuhi jadwal pengiriman. Kerugian strategi subkontrak adalah harga pokok produksi menjadi lebih tinggi, bisa memberikan kesempatan kepada pesaing untuk maju, dan adanya risiko karena tidak dapat secara langsung mengontrol mutu produk dan penjadwalan.

5.    Menggunakan Pekerja Paruh Waktu
Dalam sektor jasa, pekerja paruh waktu (part timer) dapat memenuhi kebutuhan tenaga kerja berketerampilan rendah, seperti di restoran, toko eceran, dan supermarket Metode ini membawa konsekuensi biaya yang rendah dan lebih fleksibel daripada menggunakan tenaga kerja tetap. Kelemahan metode ini, mengakibatkan perputaran (turnover) tenaga kerja dan biaya pelatihan yang tinggi, serta mempengaruhi konsistensi mutu produk. Apabila strategi ini diterapkan untuk pekerjaan yang memerlukan keterampilan tinggi, masalah yang`perlu diantisipasi ialah tidak tersedianya tenaga kerja pada saat diperlukan karena mereka mencari kerja di tempat lain.

6.    Mempengaruhi Permintaan
Jika permintaan turun/rendah, perusahaan berusaha menaikkan permintaan melalui Man, promosi, pemotongan harga (diskon), atau menggalakkan bentuk kegiatan pemasaran lain. Misalnya, perusahaan penerbangan dan perhotelan sering memberikan potongan harga pada akhir pekan atau pada musim-musim sepi. Biaya tambahan yang timbul tentunya berupa biaya Man, potongan harga, dan biaya program promosi lain.
Strategi ini juga termasuk menggeser permintaan dari periode permintaan tinggi ke periode permintaan rendah, seperti yang dilakukan perusahaan telekomunikasi. Pada saat siang hari, banyak permintaan telepon yang tidak terlayani karena salurannya penuh (kapasitas yang tersedia terpakai semua). Untuk itu, dilakukan strategi menggeser permintaan siang hari ke malam hari (di mana permintaan relatif sepi), melalui perbedaan tarif yang sangat signifikan. Hal itu menyebabkan konsumen yang tadinya akan menggunakan jasa telepon siang hari beralih ke malam hari karena ingin mendapatkan biaya yang rendah. Permintaan siang hari yang potensi hilang menjadi tetap ada karena pindah ke malam hari.


1.    Pemesanan Tertunda Selama Periode Permintaan Tinggi
Pemesanan tertunda (back-order) adalah pemesanan barang atau jasa yang diterima perusahaan tetapi baru dapat dipenuhi kemudian setelah perusahaan mempunyai persediaan. Pemesanan tertunda berlaku umum bagi perusahaan mail-order atau perusahaan yang memproduksi barang-barang yang kompleks atau bernilai tinggi, seperti mesin-mesin khusus, pesawat terbang, kapal laut, dan kendaraan bermotor. Demikian juga untuk perusahaan jasa tertentu, seperti reparasi yang sulit, jasa konsultasi, dan pelayanan dokter. Strategi ini sering tidak dapat dilaksanakan untuk perusahaan yang menjual barang-barang konsumsi, seperti makanan, obat-obatan, atau pakaian. Demikian pula bagi perusahaan yang memberikan jasa rutin, seperti restoran, bioskop, dan kendaraan transportasi umum.
Keuntungan strategi ini, dapat menghindari lembur dan tetap menjaga kapasitas produksi yang konstan. Sementara ke­lemahannya adalah tertundanya penerimaan/penjualan dan hanya dapat dilakukan apabila permintaan lebih tinggi daripada penawaran.
Strategi seperti tersebut di atas merupakan strategi murni (pure strategy). Selain menggunakan strategi murni, manajer operasi dapat pula menggunakan strategi yang mengombinasikan dua strategi murni atau lebih yang dikenal dengan istilah strategi campur­an (mixed strategy), atau modifikasi dari strategi murni tersebut. Strategi campuran sering digunakan untuk mencapai perencanaan produksi yang optimal. Dalam prakteknya, terdapat perusahaan yang hanya menggunakan satu atau dua strategi. Sebagai contoh, dari suatu hasil studi diperoleh bahwa strategi variasi tingkat persediaan banyak digunakan oleh perusahaan sepatu dan peti kemas, karena selain terbatasnya suplai tenaga kerja juga mekanisasinya membuatnya sulit untuk mengubah jumlah tenaga kerja. Di pihak lain, pabrik cokelat banyak menggunakan strategi variasi jumlah tenaga kerja karena keterbatasan umur produknya dan tersedianya jumlah tenaga kerja bersangkutan yang berlimpah.
2.     Perencanaan Agregat dalam Perusahaan Jasa
Perencanaan agregat dalam bidang jasa pada prinsipnya sama dengan perencanaan agregat dalam bidang manufaktur, yaitu bertujuan untuk memperoleh suatu pemecahan yang optimal dalam biaya atau keuntungan. Dibandingkan dengan perusahaan manufaktur, strategi perencanaan agregat pada perusahaan jasa agak lebih terbatas karena tidak mungkinnya dilakukan pengaturan persediaan sebagai sumber kapasitas. Dalam perusahaan jasa, strategi yang dilakukan lebih sering ke arah pengendalian perrninta­an atau pengendalian tenaga kerja. Pengendalian permintaan dilakukan dengan promosi, kerja sama/subkontrak, atau peng­aturan harga (pricing), sedangkan pengendalian tenaga kerja dilakukan dalam bentuk pengaturan jumlah karyawan atau jumlah jam kerja.
3     Metode Perencanaan Agregat
Beberapa metode yang dikenal dalam perencanaan agregat, antara lain pendekatan intuitif, pendekatan matematika, serta metode tabel dan grafik. Dalam pendekatan intuitif, manajemen menggunakan rencana yang sama dari tahun ke tahun. Penyesuaian dilakukan dengan intuisi hanya sekadar untuk memenuhi permintaan baru. Apabila rencana yang lama tidak optimal, pendekatan ini mengakibatkan pemborosan yang berkepanjangan.
Pendekatan matematika dilakukan dengan menggunakan teori, seperti pemrograman linier, kaidah keputusan linier, model koefisien manajemen, metode transportasi, dan simulasi. Pemrograman linier merupakan teknik pengambilan keputusan Lmtuk memecahkan masalah mengalokasikan sumber daya yang terbatas di antara berbagai kepentingan seoptimal mungkin. Pemrograman linier merupakan salah satu metode dalam riset operasi yang memungkinkan para manajer mengambil keputusan mengenai kegiatan yang mereka tangani dengan menggunakan clasar analisis kuantitatif. Dengan menggunakan teori ini, hasil yang optimal dapat diperkirakan, seperti berapa unit produk yang harus dibuat, berapa shift produksi yang dioperasikan, atau berapa unit persediaan barang yang disimpan.
Kaidah keputusan linier adalah suatu pendekatan pemrograman kuadrat untuk membuat keputusan mengenai tenaga kerja agregat dan laju produksi. Teori ini didasarkan pada pengembangan fungsi kuadrat biaya upah, penambahan atau pengurangan tenaga kerja, lembur, penyimpanan persediaan, pemesanan tertunda, dan biaya penyetelan (set-up) mesin. Fungsi kuadrat biaya kemudian digunakan untuk membuat keputusan linear dalam menghitung jumlah tenaga kerja dan laju produksi pada periode mendatang sesuai dengan prakiraan penjualan agregat.
Metode yang paling populer digunakan adalah metode tabel dan grafik karena mudah untuk dimengerti dan digunakan. Pendekatannya dilakukan dengan cara uji coba (trial and error). Meskipun belum tentu menjamin perencanaan produksi yang opti­mal, metode ini hanya memerlukan sedikit perhitungan dan dapat dilaksanakan oleh staf.
3.1    Perencanaan Agregat dengan Metode Tabel dan Grafik
Tahap-tahap dalam dalam perencanaan agregat dengan metode tabel dan grafik sebagai berikut:
1.      Tentukan tingkat permintaan pada masing-masing periode.
2.    Tentukan kapasitas untuk waktu normal, lembur, dan subkontrak pada masing-masing periode.
3.      Tentukan biaya tenaga kerja, biaya penambahan dan pengu­rangan personel, biaya penyimpanan persediaan, dan biaya kekurangan persediaan (backlog).
4.      Tentukan kebijakan perusahaan terhadap tenaga kerja dan tingkat persediaan.
5.      Kembangkan rencana alternatif dan uji total biayanya. 6. Pilih alternatif yang memberikan total biaya terendah.
Perencanaan agregat dengan metode tabel dan grafik akan dijelaskan lebih lanjut dengan menggunakan contoh berikut ini.
Duddy Sport merupakan suatu produsen alat olahraga, spesialisasi dalam pembuatan bola voli. Prakiraan permintaan pada periode Januari sampai dengan Juni yang akan datang sebagai berikut:
Tabel 11.1 Data prakiraan permintaan Arwana Sport
Bulan
Prakiraan permintaan
Jumlah hari kerja
Januari
Pebruari
Maret
April
Mei
Juni
1.500
1.500
1.400
1.700
1.900
2.000
20
19
22
21
22
21

Biaya yang terkait dengan produksi dan persediaan sebagai berikut:
Biaya tenaga kerja (per orang/hari)                                         Rp.  20.000
Biaya penyimpanan persediaan (per unit/bulan)                     Rp.   1.000
Biaya marginal subkontrak (per unit)                                      Rp.   5.000
Biaya penambahan tenaga kerja (per orang)                           Rp.  50.000
Biaya pengurangan tenaga kerja (per orang)                           Rp. 100.000
Jam kerja per hari                                                                    8 jam
Rata-rata produksi per unit                                                     2 jam-orang
Persediaan awal                                                                      0

Misalnya, manajemen memiliki tiga alternatif strategi yang akan dipilih.
(1)         Melakukan variasi tingkat persediaan, dengan cara mempertahankan rata-rata tingkat produksi yang tetap dan menyimpan kelebihan produksi pada bulan-bulan tertentu di mana terjadi permintaan tinggi untuk digunakan pada bulan­bulan permintaan rendah.
(2)         Melakukan variasi jumlah tenaga kerja, dengan cara menambah atau mengurangi jumlah tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan pada bulan yang bersangkutan.
(3)         Mempertahankan jumlah karyawan sesuai dengan tingkat permintaan yang terendah dan memenuhi kebutuhan permintaan selebihnya dengan cara subkontrak.
Kita akan melakukan analisis untuk mengetahui alternatif mana yang terbaik, yaitu yang memberikan total biaya terendah. Dalam analisis ini, biaya tenaga kerja, persediaan dan subkontrak dihitung, sedangkan biaya bahan baku/material diabaikan karena nilainya sama untuk ketiga alternatif yang ada.

Analisis Alternatif I
Melakukan variasi tingkat persediaan, dengan cara memper­tahankan rata-rata tingkat produksi yang tetap dan menyimpan kelebihan produksi pada bulan-bulan tertentu untuk digunakan pada bulan-bulan lain yang mengalami kelebihan permintaan. Tabel 12.2 menunjukkan perhitungan untuk strategi ini.
Tabel 11.2 Analisis Strategi Variasi Tingkat Persediaan
Bulan
Prakiraan permintaan
Jumlah hari kerja
Jumlah produksi
Perubahan persediaan
Akumulasi persediaan
1
2
3
4
5
6
Januari
1.500
20
1.600
100
100
Februari
1.500
19
1.520
20
120
Maret
1.400
22
1.760
360
480
April
1.700
21
1.680
-20
460
Mei
1.900
22
1.760
-140
320
Juni
2.000
21
1.680
-320
0

10.000
125
10.000
0
1.480

Jumlah permintaan selama 6 bulan Januari – Juni) = 10.000 unit, sedangkan jumlah hari kerja selama 6 bulan itu = 125 hari, maka rata-rata jumlah yang harus diproduksi = 10.000 unit : 125 hari = 80 unit/hari. Untuk membuat 1 unit produk diperlukan waktu 2 jam­orang, sedangkan 1 hari terdapat 8 jam kerja, sehingga setiap karyawan dapat menghasilkan = 8 jamJhari : 2 jam/unit = 4 unit/ hari. Dengan demikian, untuk menghasilkan 80 unit/hari diperlukan sejumlah = 80 unit/hari : 4 unit/hari/orang = 20 orang tenaga kerja.
Dengan menggunakan tenaga kerja tetap berjumlah 20 orang dan dengan jam kerja/hari yang tetap, dapat dihitung jumlah produksi yang dihasilkan setiap bulan, seperti terlihat pada kolom 4. Apabila jumlah produksi lebih tinggi daripada permintaan, kelebihan produksi itu disimpan sebagai persediaan. Jika jumlah produksi lebih kecil daripada permintaan, kekurangan produksi diambilkan dari persediaan. Kolom 5 menunjukkan selisih antara produksi dan permintaan, sedangkan kolom 6 menunjukkan akumulasi persediaan, yaitu jumlah persediaan yang ada pada bulan yang bersangkutan.
Biaya yang timbul berupa:
biaya tenaga kerja =
20 x 125 x Rp20.000 = Rp 50.000.000
biaya persediaan =
1.480 x Rpl.000 = Rp   1.480.000

Jumlah = Rp 51.480.000


Analisis Alternatif 2
Alternatif 2 berupa strategi melakukan variasi jumlah tenaga kerja (TK) dengan cara menambah atau mengurangi sejumlah tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan kapasitas produksi pada bulan bersangkutan. Untuk tidak membuat perbedaan kondisi pada awal dan akhir periode, jumlah tenaga kerja harus dibuat tetap sama. Hasil perhitungan alternatif ini ditunjukkan pada Tabe112.3.
Tabel 11.3 Analisis Strategi Variasi Jumlah Tenaga Kerja
Bulan
Prakiraan permintaan
Jumlah hari kerja
Jumlah produksi
Perubahan persediaan
Akumulasi persediaan
1
2
3
4
5
6
Januari
1.500
20
19

1
Februari
1.500
19
20
1

Maret
1.400
22
16

4
April
1.700
21
21
5

Mei
1.900
22
22
1

Juni
2.000
21
24
2
4

10.000
125
122
9
9
Diasumsikan bahwa pada awal periode perusahaan memiliki tenaga kerja sebanyak 20 orang. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan pada bulan Januari sesuai dengan tingkat produksinya = 1.500 unit : 20 hari : 4 unit/hari/orang = 18,75 orang, dibulatkan menjadi 19 orang. Dengan demikian, pada bulan ini dilakukan pengurangan tenaga kerja sebanyak 1 orang. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan pada bulan Februari = 1.500 unit : 19 hari : 4 unit/ hari/orang = 20 orang. Mengingat tenaga kerja yang ada hanya 19 orang, perlu dilakukan penambahan 1 orang tenaga kerja baru. Pada bulan Maret, jumlah permintaan menurun menjadi 1.400 unit, dengan jumlah hari kerja sebanyak 22 hari. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk tingkat produksi itu sebanyak 16 orang. Untuk itu, dilakukan pengurangan karyawan sebanyak 4 orang. Demikian seterusnya, dihitung penambahan ataupun pengurangan jumlah tenaga kerja pada bulan-bulan berikutnya (kolom 6 dan 7).
Pada akhir Juni tenaga kerja yang dimiliki berjumlah 24 orang, maka pada akhir Juni jumlah tenaga kerja harus dikurangi 4 orang sehingga jumlahnya akan sama dengan jumlah pada awal periode, yaitu 20 orang. Hal ini dilakukan untuk memberikan kondisi yang sama pada awal dan akhir periode.
Biaya yang timbul untuk strategi ini:
biaya tenaga kerja = jumlah {kolom (3) x (4) x 20.000}
= Rp 50.820.000
biaya penambahan tenaga kerja = 9 x Rp50.000
= Rp     450.000
biaya pengurangan tenaga kerja = 9 x Rp100.000
= Rp     900.000
                              Jumlah              = Rp 52.170.000
Analisis Alternatif 3
Dalam alternatif ini, jumlah tenaga kerja ditetapkan sesuai dengan kebutuhan untuk tingkat permintaan yang terendah (dalam kasus ini untuk tingkat permintaan bulan Maret). Jumlah permintaan pada bulan Maret sebesar 1.400 unit, atau rata-rata sebesar 64 unit/hari. Setiap pekerja dapat menghasilkan 4 unit/ hari, sehingga jumlah tenaga kerja yang diperlukan sebanyak 16 orang. Jumlah ini dipertahankan tetap selama 6 bulan. Dalam bentuk grafik, strategi ini dapat digambarkan sebagai berikut.

 
Gambar 12.3 Grafik produksi pada tingkat permintaan terendah
Analisis untuk strategi ini dijelaskan lebih lanjut dengan melihat Tabel 12.4.
Tabel 11.4 Analisis Strategi Subkontrak
Bulan
Prakiraan permintaan
Jumlah hari kerja
Jumlah produksi
Persediaan
Sub-kontrak
1
2
3
4
5
6
Januari
1.500
20
1.280

220
Februari
1.500
19
1.216

284
Maret
1.400
22
1.408
8

April
1.700
21
1.344

348
Mei
1.900
22
1.408

492
Juni
2.000
21
1.344

656

10.000
125
8.000
8
2000
Pada bulan Januari, dengan menggunakan 16 karyawan maka produksi yang dihasilkan sebesar 1.280 unit. Kekurangan produksi ,sebesar 220 unit dipenuhi melalui cara memberikan subkontrak kepada pihak ketiga. Pada bulan Februari, produksi yang dihasilkan dengan tenaga kerja yang tersedia hanya 1.216 unit, kekurangannya sebesar 284 unit dipenuhi dengan cara subkontrak. Khusus bulan Maret terjadi kelebihan produksi sebesar 8 unit, yang disimpan sebagai persediaan. Pada bulan April terjadi kekurangan produksi sebesar 356 unit, yang setelah dikurangi 8 unit dari persediaan, sisanya sejumlah 348 unit disubkontrakkan. Demikian seterusnya untuk bulan-bulan yang lain.
Biayanya dapat dihitung sebagai berikut:
biaya tenaga kerja =
16 x 125 x Rp20.000
= Rp 40.000.000
biaya persediaan   =
8 x Rp1.000
= Rp          8.000
biaya subkontrak   =
2.000 x Rp5.000
= Rp 10.000.000
Jumlah    = Rp 50.008.000

Kesimpulan
Dari ketiga alternatif strategi tersebut, alternatif 3 memiliki total biaya terendah, yaitu sebesar Rp50.008.000. Untuk itu, keputusan manajemen adalah menggunakan tingkat tenaga kerja yang tetap sebesar 16 orang, sesuai dengan kebutuhan produksi pada permintaan terendah, dan melakukan subkontrak kepada pihak lain untuk memenuhi permintaan yang tidak dapat dipenuhi dari kapasitas yang ada.

 CITA-CITA  PERUSAHAAN “RACHMANIA PRODUCTION”
“Rachmania Production” adalah perusahaan yang bergerak dibidang Entertaint atau Penyelenggara konser dan Event di Indonesia. Sebuah perusahaan promotor yang mendatangkan bukan hanya artis-artis Luar negeri, dalam konser di Indonesia  tetapi secara keseluruhan kami juga tidak melupakan musisi-musisi dalam negeri. “Rachmania Production” termasuk kedalam kategori One Stop Service Agency yaitu E.O. besar yang mampu menyelenggarakan berbagai jenis acara hingga skala internasional sekalipun.
Berdirinya Perusahaan ini adalah ingin menampilkan sebuah hiburan secara langsung. Hal ini disebabkan karena pertunjukan didunia hiburan akan selalu meningkat dan tidak akan pernah padam,karena memiliki segmen tertentu untuk para konsumen. “Rachmania Production” hadir untuk menampilkan live enteraiment dalam menunjang kebutuhan entertaiment yang semakin meningkat.
v  Perusahaan kami memiliki Visi Yaitu :
Menjadi Sebuah Perusahaan promotor nomor satu dan perusahaan promotor terbaik di Indonesia.
v  Dan Rachmania Production juga memiliki Misi agar Visi tercapai yaitu :
  • Melakukan kegiatan bisnis hiburan adalah konser musik tingkat Asia seperti contohnya MusicBank,MTV music award,SMTown World Tour
  • Mencapai kepuasan dan kesuksesan dalam setiap pergelaran konser dari musisi yang akan didatangkan oleh perusahaan kami.
v  Rachmania Production memiliki Rencana Strategis untuk menjalankan Misi agar dapat mencapai Visi yaitu :
  • Sebagai perusahaan promotor kami memiliki pengalaman dalam menghadirkan konser untuk mencapai tujuan utama dan meraih sukses pada setiap konser atau event yang digelar.
  • Memperluas hubungan dengan manajemen manajemen musisi luar negeri
  • Menghadirkan Konser yang belum pernah ada sebelumnya di Indonesia
  • Mendapatkan dukungan dari berbagai media,sponsor dan label

v  Cara agar dapat menjalankan Rencana stageris tersebut adalah :
  • Selektif dalam memilih artis yang akan ditawarkan
  • Menawarkan harga tiket yang terjangkau
  • Memfasilitasi musisi yang didatangkan dengan baik agar mereka tampil dengan baik juga sehingga event berjalan dengan lancar,mencapai kepuasan dan kesuksesan.
  • Berkerja sama dengan sponsor-sponsor dengan baik.



1 komentar:

  1. Bagus. Sgt bermanfaat. Informasi yg bgt penting.
    Good luck for you

    BalasHapus